KabarSeputarJambi.id, TEBO – Batu bara adalah batuan organik sumber bahan bakar yang jumlahnya melimpah serta relatif murah ditambang dan diubah menjadi energi. Menambang batu bara bisa berguna untuk kemajuan ekonomi suatu negara, namun proses ini juga punya dampak buruk untuk kesehatan dan lingkungan, Jumat (9/12/2022).
Pada dasarnya industri pertambangan menghasilkan metal dan metaloid dalam konsentrasi tinggi yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Selain itu, penggunaan metode tradisional penambangan secara terus menerus sanggup meningkatkan emisi produk beracun dan produk tidak ramah lingkungan lainnya.
Conserve Energy Future menjelaskan bahwa studi menunjukkan pertambangan adalah salah satu pekerjaan paling berbahaya di dunia dalam hal risiko cedera, kematian, serta efek kesehatan jangka panjang yang terkait dengannya. Efek jangka panjang pertambangan batubara yakni gangguan pernapasan pneumokoniosis, asbestosis, dan silikosis.
Risiko kesehatan itu berdasarkan jenis kegiatan pertambangan yaitu penambangan dalam dan terbuka. Tambang batu bara menghasilkan banyak debu yang jika terhirup dapat menyebabkan flek hitam di paru-paru para pekerja atau orang lain yang tinggal di wilayah sekitar.
Peledakan dan pengeboran dalam proses pertambangan juga menghasilkan mineral halus pada debu yang bisa terhirup dan menumpuk di paru-paru sehingga jadi penyebab pneumokoniosis.
Ketika penambang menghirup kuarsa atau kristal silika dalam jumlah berlebihan, kemungkinan besar akan menderita penyakit tidak dapat disembuhkan yang disebut silikosis.
Dalam artikel The Harvard College Global Health Review (HCGHR), Dr. Michael Hendryx, peneliti dari West Virginia University, mengatakan, pekerja dan masyarakat yang berada dekat pertambangan batu bara terganggu risiko kematian lebih tinggi akibat penyakit jantung, pernapasan, dan ginjal kronis.
Salah satu efek negatif pertambangan batu bara pada lingkungan yakni mempengaruhi perairan di permukaan atau bawah tanah. Aktivitas pertambangan yang menghasilkan banyak bahan kimia bisa meracuni perairan.
Penggunaan bahan peledak serta aktivitas lain dalam proses pertambangan juga bisa menyebabkan erosi, menghapus keanekaragaman tumbuhan dan hewan yang kehilangan habitat, serta transfer racun di rantai makanan.
Energy Information Administration Amerika Serikat menjelaskan bahwa fly ash, limbah debu batu bara dari pertambangan, dulu dilepaskan ke udara melalui pembakaran namun hal ini sudah dilarang oleh undang-undang. Emisi fly ash itu wajib ditangkap oleh perangkat pengendalian polusi begitu pula dengan limbah bottom ash.
Penambang batu bara di AS wajib mengontrol limbah yang dilepaskan ke udara dan air. Pemerintah AS bekerja sama dengan industri telah menciptakan teknologi untuk mengurangi limbah hingga pemanfaatan energi batu bara bisa lebih efisien.
Indonesia diketahui baru saja mengeluarkan fly ash dan bottom ash (Debu bekas Bakaran batubara) dari kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Aturan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo itu berlaku mulai 2 Februari 2021. Selama dikategorikan B3, fly ash dan bottom ash disebut tidak dapat dimanfaatkan. Pengusaha mendukung limbah batu bara ini keluar dari B3 sebab dikatakan bisa digunakan sebagai material konstruksi seperti campuran semen dalam pembangunan jalan, jembatan, dan timbunan, reklamasi bekas tambang, serta untuk sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.